Total Tayangan Halaman

Jumat, 21 September 2012

FILSAFAT ILMU


BAB  I
PENDAHULUAN

Falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab. yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia. Kala ini berasal dan dua kata Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan Sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harfiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan ataupun seseorang yang cinta kebijakan.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Terlepas dan berbagai definisi yang berusaha menerjemahkan Filsafat secara global. Pada dasarnya Filsafat selain membahas dan menyimpulkan  sesuatu yang menjadi dasar. Filsafat adalah ibu dari segala ilmu yang hadir di bumi ini. Logika dan perasaan meliputi segenap ruang Filsafat, sehingga memerlukan konsentrasi yang lebih untuk memahaminya lebih dan sekedar sebuah ilmu biasa.
Pada intinya pembahasan yang dibahas dalam setiap kategori filsafat, berpegang pada penerjemahan dari dasar pijakan setiap elemen ilmu. Menurut salah satu pemerhati filsafat, bahwa filsafat adalah sebuah ilmu yang membahas mengenai ontologi (keberadaan), epistemonology (sumber atau dasar), dan aksioiogi (nilai atau norma) dan sesuatu.  Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif.
            Filsafat seringpula dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, bahkan dengan agama. Hal ini berkaitan dengan tujuan filsafat bahwa dengan mengetahui sesuatu yang tidak hanya dari segi yang lahiriah, tetapi juga yang hakiki, akan memperluas cakrawala pandang kita tentang sesuatu itu. Dengan itu kita dapat menempatkan diri kita di tengah-tengah keberadaan lain secara tepat. Sebab keberadaan kita sebagai manusia bukanlah keberadaan yang pasif. Kita harus tanggap dan menanggapi dengan apa yang berada di sekeliling kita. Singkatnya dengan filsafat kita menjadi tahu tentang diri  kita sendiri dan tahu tentang diri yang lain yaitu alam sekitar dan Tuhan, dengan itu kita dapat menyesuaikan hidup kita dengan cara yang tepat.

BAB II
ISI
2.1. Filsafat
            Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: dari segi semantik dan dari segi praktis. Dari segi semantik, perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang berarti philos : cinta, suka, dan Sophia : pengetahuan, hikmah. Jadi, philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Pencinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, mengabdikan dirinya pada pengetahuan.
            Dari segi praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan bersungguh-sungguh. Sebuah semboyan yang mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia adalah berpikir. Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
            Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu. Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis).
Filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam definisinya, yaitu "segala sesuatu". Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang ada.
Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut "object formal") ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan mengenai objek atau lapangan yang sama.
2.2. Filsafat Ilmu Pengetahuan
Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu pengetahuan adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telahdigambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu pengetahuan merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J. Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yangselalu berubah. Dalam perkembangannya filsafat ilmu pengetahuan mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya,sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Lebih lanjut hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh seorang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” itu. Dengan filsafat ilmu pengetahuan, kita akan didorong untuk menemukan pengetahuan baru yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya, serta teruji kebenarannya secara empiris.

2.3. Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
        Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki.
Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan menalui beberapa sumber :
a.       Pengetahuan Implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan diam seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lesan. Kemampuan berbahasa, mendesain, atau mengoperasikan mesin atau alat yang rumit membutuhkan pengetahuan yang tidak selalu bisa tampak secara eksplisit, dan juga tidak sebegitu mudahnya untuk mentransferkannya ke orang lain secara eksplisit.
Contoh sederhana dari pengetahuan implisit adalah kemampuan mengendara sepeda. Pengetahuan umum dari bagaimana mengendara sepeda adalah bahwa agar bisa seimbang, bila sepeda oleh ke kiri, maka arahkan setir ke kanan. Untuk berbelok ke kanan, pertama belokkan dulu setir ke kiri sedikit, lalu ketika sepeda sudah condong ke kenan, belokkan setir ke kanan. Tapi mengetahui itu saja tidak cukup bagi seorang pemula untuk bisa menyetir sepeda.
Seseorang yang memiliki pengetahuan implisit biasanya tidak menyadari bahwa dia sebenarnya memilikinya dan juga bagaimana pengetahuan itu bisa menguntungkan orang lain. Untuk mendapatkannya, memang dibutuhkan pembelajaran dan keterampilan, namun tidak lantas dalam bentuk-bentuk yang tertulis. Pengetahuan implisit seringkali berisi kebiasaan dan budaya yang bahkan kita tidak menyadarinya.
b.      Pengetahuan Eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya. Dia telah diartikulasikan ke dalam bahasa formal dan bisa dengan relatif mudah disebarkan secara luas. Informasi yang tersimpan di ensiklopedia (termasuk Wikipedia) adalah contoh yang bagus dari pengetahuan eksplisit. Bentuk paling umum dari pengetahuan eksplisit adalah petunjuk penggunaan, prosedur, dan video how-to. Pengetahuan juga bisa termediakan secara audio-visual. Hasil kerja seni dan desain produk juga bisa dipandang sebagai suatu bentuk pengetahuan eksplisit yang merupakan eksternalisasi dari keterampilan, motif dan pengetahuan manusia.
c.       Pengetahuan Empiris
Pengetahuan empiris adalah pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman indera. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
d.      Pengetahuan Rasional
Pengetahuan rasionalisme adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika, yang diperoleh bukan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Berbicara tentang pengetahuan, akan berbicara pula tentang ilmu pengetahuan. ‘Science’ atau ilmu pengetahuan  merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan informasi yang memberikan gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta penjelasan tentang pola-laku sistem-sistem tersebut. Sistem yang dimaksud dapat berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalamtatanan kehidupan masyarakat yang diinstitusionalisasikan. Dalam bahasa Inggris dapat dirumuskan sebagai berikut: ‘Science is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge that describes the structure of systems and provides explanation on their behavioural patterns, wether natural or human institutionalized ones’. Landasan dan proses pembangunan ilmu pengetahuan itu merupakan sebuah penilaian (judgement) yang dilibatkan pada proses pembangunan ilmu pengetahuan. Dalam pembangunan suatu ilmu pengetahuan juga diperlukan beberapa tiang penyangga agar ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah paham yang mengandung makna universal. Beberapa tiang penyangga dalam pembangunan ilmu pengetahuan itu sebenarnya berupa penilaian yang terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi (Jujun 1990: 2). Perlunya penilaian dalam pembangunan ilmu pengetahuan alasannya adalah agar pembenaran yang dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dapat diterima sebagai pembenaran secara umum. Sampai sejauh ini, di dunia akademik anutan pembenaran ilmu pengetahuan dilandaskan pada proses berpikir secara ilmiah. Oleh karena itu, proses berpikir di dunia ilmiah mempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat dijadikan pembeda dengan proses berpikir yang ada diluar dunia ilmiah. Dengan alasan itu berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat pengetahuan atau epistemologi, sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat ilmu.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu, yaitu :
1.      Objektif.
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2.      Metode
Metode adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  1. Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

  1. Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
2.4. Biologi
            Biologi berasal dari dua kata, yaitu bios yang berarti hidup; dan logos yang berarti ilmu. Jadi, Biologi merupakan Ilmu yang menpelajari tentang makhluk hidup. Biologi merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam. Biologi lahir dan berkembang dengan pesat melalui pengamatan dan eksperimen. Berbekal ketekunan dan keuletan, para ilmuwan terus mengembangkan penelitian sehingga objek kejian Biologi menjadi semakin luas dan mendalam. Sebagai akibatnya muncullah berbagai cabang ilmu Biologi sesuai dengan spesifikasi bidang kajian masing-masing. Dengan perkembangan sains yang semakin luas dibarengi dengan munculnya bidang-bidang kajian baru, maka tidak mungkin lagi bagi seorang ilmuwan untuk dapat menguasai seluruhnya.oleh karena itu, para saintis melakukan spesialisasi terhadap bidang-bidang tertentu untuk mempermudah mempelajarinya.
            Sesuai dengan sifat sains yang dapat dibuktikan kebenarannya maka dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi, para saintis menggunakan langkah kerja yang teratur, sistematis, dan terkontrol. Langkah para saintis seperti ini kemudian dikenal dengan Metode Ilmiah. Melalui penerapan metode ilmiah tersebut, diharapkan dapat diperoleh pengetahuan ilmiah yang objektif, konsisten, dan universal. Objektif berarti sesuai dengan fakta yang sebenarnya, konsisten berarti tetap, sistematis berarti silakukan melalui urutan proses yang teratur, dan universal berarti berlaku secara umum, tidak terbatas pada hal-hal tertentu saja.

            Secara ringkas, metode ilmiah meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.        Merumuskan masalah
2.        Mengumpulkan keterangan (data)
3.        Menyusun hipotesis
4.        Melakukan eksperimen
5.        Menarik kesimpulan atau konsep
6.        Menguji kesimpulan atau konsep, dan
7.        Merumuskan kesimpulan
2.5. Agama
            Agama secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu a dan gam yang berarti sama. Ada empat ciri-ciri yang ditemukan pada orang religius, yaitu:
1.        Percaya kepada yang Kudus.
2.        Melakukan hubungan dengan yang Kudus itu dengan ritus (upacara), kultus (pemujaan), dan permohonan.
3.        Doktrin tentang yang Kudus dan hubungan itu.
4.        Biasanya ada cirri yang ke-4, yaitu sikap hidup yang ditumbuhkan oleh ketiga ciri tersebut.
Yang Kudus dalam artian disini dipercayai sebagai pribadi, yaitu Tuhan.
2.6. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam hubungan ini, Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat.
Filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki perbedaan yaitu :
1.      Dilihat dari obyek material (lapangan)
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
2.      Obyek formal (sudut pandang)
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilai lainnya.
Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder.
2.8. Filsafat dengan Agama
Bertolak dari defenisi filsafat, maka kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir secara radikal, sistematis, dan universal. Untuk dapat diterima oleh akal, agama dapat diterangkan melalui filsafat, untuk diulaas atau ditafsirkan. Persamaan lain antara filsafat dengan agama adalah masing-masing merupakan sumber nilai, terutama nilai-nilai etika. Perbedaan lain dalam hal ini adalah nilai-nilai etika filsafat merupakan produk akal, sedangkan nilai-nilai agama dipercayai sebagai ditentukan oleh Tuhan.
            Baik filsafat maupun agama menentukan norma-norma baik dan buruk. Perbedaan besar antara filsafat dan agama, antara suatu filsafat dengan filsafat lain, antara suatu agama dengan agama lain adalah aturan tentang mana yang baik dan mana yang buruk.

BAB III
PENUTUP
 A.   Kesimpulan
Filsafat ilmu merupakan cabang dan filsafat yang secara khusus membahas proses keilmuan manusia. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa obyek substantif dalain filsafat ilmu tersebut di atas pada dasarnya merupakan obyek material, sedangkan obyek instrumentatif adalah obyek formal.
Filsafat juga  sebagai usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilai. Pengertian filsafat disederhanakan sebagai proses dan produk, yang mencakup pengertian filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dan para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem tertentu yang merupakan hasil dan proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu, dan filsafat sebagai problema yang dihadapi manusia.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan.
Bertolak dari defenisi filsafat, maka kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir secara radikal, sistematis, dan universal. Untuk dapat diterima oleh akal, agama dapat diterangkan melalui filsafat, untuk diulaas atau ditafsirkan. Persamaan lain antara filsafat dengan agama adalah masing-masing merupakan sumber nilai, terutama nilai-nilai etika. Perbedaan lain dalam hal ini adalah nilai-nilai etika filsafat merupakan produk akal, sedangkan nilai-nilai agama dipercayai sebagai ditentukan oleh Tuhan. Jadi antara filsafat, filsafat imlu pengetahuan, bahkan dengan agama pun terdapat saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

 B.   Saran
Dalam berfilsafat atau untuk menemukan suatu kebenaran dibutuhkan pengetahuan, dan untuk memperoleh pengetahuan tersebut diperlukan suatu metode atau cara tertentu. Selain itu ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak akan berguna bila tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain, dengan kata lain ilmu pengetahuan haruslah dimanfaatkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ihsan, H.A.F. (2010). Filsafat Ilmu, Jakarta : Rineka Cipta
Tim Dosen. (2006). Filsafat Pendidikan. Medan : FMIPA UNIMED











Tidak ada komentar:

Posting Komentar