BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Falsafah
atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab.
yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia. Kala ini berasal dan dua kata
Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan Sophia = kebijaksanaan. Sehingga
arti harfiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan ataupun seseorang yang cinta
kebijakan.
Definisi
kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Terlepas
dan berbagai definisi yang berusaha menerjemahkan Filsafat secara global. Pada
dasarnya Filsafat selain membahas dan menyimpulkan sesuatu yang menjadi
dasar. Filsafat adalah ibu dari segala ilmu yang hadir di bumi ini. Logika dan
perasaan meliputi segenap ruang Filsafat, sehingga memerlukan konsentrasi yang
lebih untuk memahaminya lebih dan sekedar sebuah ilmu biasa.
Pada intinya pembahasan yang dibahas
dalam setiap kategori filsafat, berpegang pada penerjemahan dari dasar pijakan
setiap elemen ilmu. Menurut salah satu pemerhati filsafat, bahwa filsafat
adalah sebuah ilmu yang membahas mengenai ontologi (keberadaan), epistemonology
(sumber atau dasar), dan aksioiogi (nilai atau norma) dan sesuatu. Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari
dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi
proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang
dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang
memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara
sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan
bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni
berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman
deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif.
Filsafat
seringpula dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, bahkan dengan agama. Hal ini
berkaitan dengan tujuan filsafat bahwa dengan mengetahui sesuatu yang tidak
hanya dari segi yang lahiriah, tetapi juga yang hakiki, akan memperluas
cakrawala pandang kita tentang sesuatu itu. Dengan itu kita dapat menempatkan
diri kita di tengah-tengah keberadaan lain secara tepat. Sebab keberadaan kita
sebagai manusia bukanlah keberadaan yang pasif. Kita harus tanggap dan
menanggapi dengan apa yang berada di sekeliling kita. Singkatnya dengan
filsafat kita menjadi tahu tentang diri
kita sendiri dan tahu tentang diri yang lain yaitu alam sekitar dan
Tuhan, dengan itu kita dapat menyesuaikan hidup kita dengan cara yang tepat.
BAB II
ISI
2.1.
Filsafat
Istilah
filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: dari segi semantik dan dari segi
praktis. Dari segi semantik, perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang berarti philos : cinta, suka, dan Sophia : pengetahuan, hikmah. Jadi, philosophia berarti cinta pada
kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafat akan menjadi bijaksana. Pencinta pengetahuan ialah orang yang
menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain,
mengabdikan dirinya pada pengetahuan.
Dari
segi praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat
artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat
adalah berpikir secara mendalam dan bersungguh-sungguh. Sebuah semboyan yang
mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab
semua manusia adalah berpikir. Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak
benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Lebih
lanjut lagi dijelaskan bahwa Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab
terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu pengetahuan adalah
kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang
merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu. Jadi berarti ada
metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis).
Filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam definisinya, yaitu "segala sesuatu". Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang ada.
Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut "object formal") ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan mengenai objek atau lapangan yang sama.
Filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam definisinya, yaitu "segala sesuatu". Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang ada.
Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut "object formal") ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan mengenai objek atau lapangan yang sama.
2.2.
Filsafat Ilmu Pengetahuan
Menurut The
Liang Gie (1999),
filsafat ilmu pengetahuan adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
pengetahuan merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Sehubungan
dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telahdigambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan
ini bahwa filsafat ilmu pengetahuan merupakan
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J. Bahm (1980) bahwa
ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yangselalu berubah. Dalam
perkembangannya filsafat ilmu pengetahuan mengarahkan pandangannya pada
strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Oleh karena itu,
diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu
pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang berusaha untuk memahami hakekat
dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya,sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan
salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang
berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Lebih lanjut
hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu
keyakinan yang harus dipilih oleh seorang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan
tentang apakah “ada” itu. Dengan filsafat ilmu
pengetahuan, kita akan didorong untuk menemukan pengetahuan baru yang bersifat
konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya, serta teruji kebenarannya
secara empiris.
2.3. Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul
ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan
tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi
yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang
lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan
prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala
informasi dan data
sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan
kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah
yang disebut potensi untuk menindaki.
Manusia berusaha mencari pengetahuan dan
kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan menalui beberapa sumber :
a.
Pengetahuan Implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang
masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang
tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.
Pengetahuan diam seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik
secara tertulis ataupun lesan. Kemampuan berbahasa, mendesain, atau
mengoperasikan mesin atau alat yang rumit membutuhkan pengetahuan yang tidak
selalu bisa tampak secara eksplisit, dan juga tidak sebegitu mudahnya untuk
mentransferkannya ke orang lain secara eksplisit.
Contoh sederhana dari pengetahuan implisit
adalah kemampuan mengendara sepeda. Pengetahuan umum dari bagaimana mengendara
sepeda adalah bahwa agar bisa seimbang, bila sepeda oleh ke kiri, maka arahkan
setir ke kanan. Untuk berbelok ke kanan, pertama belokkan dulu setir ke kiri
sedikit, lalu ketika sepeda sudah condong ke kenan, belokkan setir ke kanan.
Tapi mengetahui itu saja tidak cukup bagi seorang pemula untuk bisa menyetir
sepeda.
Seseorang yang memiliki pengetahuan implisit
biasanya tidak menyadari bahwa dia sebenarnya memilikinya dan juga bagaimana
pengetahuan itu bisa menguntungkan orang lain. Untuk mendapatkannya, memang
dibutuhkan pembelajaran dan keterampilan, namun tidak lantas dalam
bentuk-bentuk yang tertulis. Pengetahuan implisit seringkali berisi kebiasaan
dan budaya yang bahkan kita tidak menyadarinya.
b.
Pengetahuan Eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan
yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau
semacamnya. Dia telah diartikulasikan ke dalam bahasa formal dan bisa dengan
relatif mudah disebarkan secara luas. Informasi yang tersimpan di ensiklopedia
(termasuk Wikipedia) adalah contoh yang bagus dari pengetahuan eksplisit.
Bentuk paling umum dari pengetahuan eksplisit adalah petunjuk penggunaan,
prosedur, dan video how-to. Pengetahuan juga bisa termediakan secara
audio-visual. Hasil kerja seni dan desain produk juga bisa dipandang sebagai
suatu bentuk pengetahuan eksplisit yang merupakan eksternalisasi dari
keterampilan, motif dan pengetahuan manusia.
c.
Pengetahuan Empiris
Pengetahuan empiris adalah pengetahuan yang
lebih menekankan pengamatan dan pengalaman indera. Pengetahuan ini bisa
didapatkan dengan melakukan pengamatan yang dilakukan secara empiris dan rasional.
Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia
yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk
memimpin organisasi
dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen
organisasi.
d.
Pengetahuan Rasional
Pengetahuan rasionalisme adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan
yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan
tentang matematika, yang diperoleh bukan melalui pengalaman atau pengamatan
empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Berbicara
tentang pengetahuan, akan berbicara pula tentang ilmu pengetahuan. ‘Science’
atau ilmu pengetahuan merupakan bagian
dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan
informasi yang memberikan gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta
penjelasan tentang pola-laku sistem-sistem tersebut. Sistem yang dimaksud dapat
berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia
mengenai pola laku hubungan dalamtatanan kehidupan masyarakat yang
diinstitusionalisasikan. Dalam bahasa Inggris dapat dirumuskan sebagai berikut:
‘Science is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge
that describes the structure of systems and provides explanation on their
behavioural patterns, wether natural or human institutionalized ones’.
Landasan dan proses pembangunan ilmu pengetahuan itu merupakan sebuah penilaian
(judgement) yang dilibatkan pada proses pembangunan ilmu pengetahuan. Dalam
pembangunan suatu ilmu pengetahuan juga diperlukan beberapa tiang penyangga
agar ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah paham yang mengandung makna
universal. Beberapa tiang penyangga dalam pembangunan ilmu pengetahuan itu
sebenarnya berupa penilaian yang terdiri dari ontologi, epistemologi dan
aksiologi (Jujun 1990: 2). Perlunya penilaian dalam pembangunan ilmu
pengetahuan alasannya adalah agar pembenaran yang dilakukan terhadap ilmu
pengetahuan dapat diterima sebagai pembenaran secara umum. Sampai sejauh ini,
di dunia akademik anutan pembenaran ilmu pengetahuan dilandaskan pada proses
berpikir secara ilmiah. Oleh karena itu, proses berpikir di dunia ilmiah
mempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat dijadikan pembeda dengan proses
berpikir yang ada diluar dunia ilmiah. Dengan alasan itu berpikir ilmiah dalam
ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat pengetahuan atau epistemologi,
sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan
memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat ilmu.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus
tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu,
yaitu :
Ilmu harus
memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan
objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metode
Metode
adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu
untuk menjamin kepastian kebenaran. Metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos”
yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
Dalam
perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu
yang ketiga.
Kebenaran
yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak
bersifat tertentu). Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan
manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu
sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
2.4. Biologi
Biologi
berasal dari dua kata, yaitu bios yang berarti hidup; dan logos yang berarti
ilmu. Jadi, Biologi merupakan Ilmu yang menpelajari tentang makhluk hidup.
Biologi merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam. Biologi lahir
dan berkembang dengan pesat melalui pengamatan dan eksperimen. Berbekal
ketekunan dan keuletan, para ilmuwan terus mengembangkan penelitian sehingga
objek kejian Biologi menjadi semakin luas dan mendalam. Sebagai akibatnya
muncullah berbagai cabang ilmu Biologi sesuai dengan spesifikasi bidang kajian
masing-masing. Dengan perkembangan sains yang semakin luas dibarengi dengan
munculnya bidang-bidang kajian baru, maka tidak mungkin lagi bagi seorang
ilmuwan untuk dapat menguasai seluruhnya.oleh karena itu, para saintis
melakukan spesialisasi terhadap bidang-bidang tertentu untuk mempermudah
mempelajarinya.
Sesuai
dengan sifat sains yang dapat dibuktikan kebenarannya maka dalam upaya
memecahkan masalah yang dihadapi, para saintis menggunakan langkah kerja yang
teratur, sistematis, dan terkontrol. Langkah para saintis seperti ini kemudian
dikenal dengan Metode Ilmiah. Melalui penerapan metode ilmiah tersebut,
diharapkan dapat diperoleh pengetahuan ilmiah yang objektif, konsisten, dan
universal. Objektif berarti sesuai dengan fakta yang sebenarnya, konsisten
berarti tetap, sistematis berarti silakukan melalui urutan proses yang teratur,
dan universal berarti berlaku secara umum, tidak terbatas pada hal-hal tertentu
saja.
Secara
ringkas, metode ilmiah meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Merumuskan masalah
2.
Mengumpulkan keterangan (data)
3.
Menyusun hipotesis
4.
Melakukan eksperimen
5.
Menarik kesimpulan atau konsep
6.
Menguji kesimpulan atau konsep, dan
7.
Merumuskan kesimpulan
2.5. Agama
Agama secara etimologi berasal dari
bahasa Sansekerta, yaitu a dan gam yang berarti sama. Ada empat ciri-ciri yang
ditemukan pada orang religius, yaitu:
1.
Percaya kepada yang Kudus.
2.
Melakukan hubungan dengan yang Kudus itu dengan ritus
(upacara), kultus (pemujaan), dan permohonan.
3.
Doktrin tentang yang Kudus dan hubungan itu.
4.
Biasanya ada cirri yang ke-4, yaitu sikap hidup yang
ditumbuhkan oleh ketiga ciri tersebut.
Yang Kudus dalam artian disini
dipercayai sebagai pribadi, yaitu Tuhan.
2.6. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
pokok harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam
usahanya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan
kefilsafatan. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu
pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu
pengetahuan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam hubungan ini, Ilmu pengetahuan
mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang
sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat.
Filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki perbedaan
yaitu :
1. Dilihat
dari obyek material (lapangan)
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu
yang ada sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus
dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing
secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak
dalam disiplin tertentu
2. Obyek
formal (sudut pandang)
Filsafat
itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu
yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu
bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan
penyatuan diri dengan realita.
Filsafat
dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis,
dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial
and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis,
sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilai lainnya.
Filsafat
memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan
secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Filsafat memberikan penjelasan yang
terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar sedangkan ilmu menunjukkan
sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder.
2.8. Filsafat dengan Agama
Bertolak
dari defenisi filsafat, maka kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir
secara radikal, sistematis, dan universal. Untuk dapat diterima oleh akal,
agama dapat diterangkan melalui filsafat, untuk diulaas atau ditafsirkan.
Persamaan lain antara filsafat dengan agama adalah masing-masing merupakan
sumber nilai, terutama nilai-nilai etika. Perbedaan lain dalam hal ini adalah
nilai-nilai etika filsafat merupakan produk akal, sedangkan nilai-nilai agama
dipercayai sebagai ditentukan oleh Tuhan.
Baik
filsafat maupun agama menentukan norma-norma baik dan buruk. Perbedaan besar
antara filsafat dan agama, antara suatu filsafat dengan filsafat lain, antara
suatu agama dengan agama lain adalah aturan tentang mana yang baik dan mana
yang buruk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat ilmu
merupakan cabang dan filsafat yang secara khusus membahas proses keilmuan
manusia. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa obyek substantif dalain
filsafat ilmu tersebut di atas pada dasarnya merupakan obyek material,
sedangkan obyek instrumentatif adalah obyek formal.
Filsafat juga sebagai usaha untuk memahami atau mengerti
dunia dalam hal makna dan nilai-nilai. Pengertian filsafat disederhanakan
sebagai proses dan produk, yang mencakup pengertian filsafat sebagai jenis
pengetahuan, ilmu, konsep dan para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem
tertentu yang merupakan hasil dan proses berfilsafat dan yang mempunyai
ciri-ciri tertentu, dan filsafat sebagai problema yang dihadapi manusia.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu bidang pengetahuan
campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat
dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok harus
memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya
menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan.
Bertolak
dari defenisi filsafat, maka kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir
secara radikal, sistematis, dan universal. Untuk dapat diterima oleh akal,
agama dapat diterangkan melalui filsafat, untuk diulaas atau ditafsirkan.
Persamaan lain antara filsafat dengan agama adalah masing-masing merupakan
sumber nilai, terutama nilai-nilai etika. Perbedaan lain dalam hal ini adalah
nilai-nilai etika filsafat merupakan produk akal, sedangkan nilai-nilai agama
dipercayai sebagai ditentukan oleh Tuhan. Jadi antara filsafat, filsafat imlu
pengetahuan, bahkan dengan agama pun terdapat saling keterkaitan dan tidak
dapat dipisahkan.
B. Saran
Dalam
berfilsafat atau untuk menemukan suatu kebenaran dibutuhkan pengetahuan, dan
untuk memperoleh pengetahuan tersebut diperlukan suatu metode atau cara
tertentu. Selain itu ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak akan berguna bila
tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain, dengan kata lain ilmu
pengetahuan haruslah dimanfaatkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca,
dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan
perbaikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ihsan,
H.A.F. (2010). Filsafat Ilmu, Jakarta
: Rineka Cipta
Tim
Dosen. (2006). Filsafat Pendidikan.
Medan : FMIPA UNIMED
Fatimah, F.
(2008). Filsafat Ilmu. http://ml.scribd.com/doc/12448593/Filsafat-
Ilmu-Sebagai-Landasan-pengembangan-ilmu-pengetahuan
Putra, R.A. (2010). Filsafat. http://fdkm.blogspot.com/2012/06/filsafat-ilmu-pengetahuan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar